Sebagai
destinasi wisata dunia, Bali tak hanya menjadi target kunjungan para turis
mancanegara. Pulau yang hanya seluas 5.632,86 km2 juga menjadi incaran para
investor, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Terbaru, sebuah perusahaan
swasta berencana membangun beberapa pulau baru di sisi selatan Bali untuk
dijadikan kawasan pariwisata terpadu.
Kajian
akademis atas rencana pembangunan pulau baru itu rupanya sudah dilaksanakan
oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Udayana atas permintaan PT. Tirta Wahana Bali Internasional, perusahaan yang
bakal mengembangkan proyek itu.
Dalam
dokumen setebal 73 halaman, berjudul Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan
Kawasan Perairan Teluk Benoa Bali, terungkap bahwa reklamasi rencananya
dilakukan di kawasan Teluk Benoa, tepatnya di perairan yang tak jauh dari
Tanjung Benoa. Reklamasi dimulai dari perluasan Pulau Pudut, sebuah pulau kecil
yang hanya seluas beberapa are dekat Tanjung Benoa.
Titik
rencana pembangunan itu tidak jauh dari lokasi penanaman mangrove oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan Cristiano Ronaldo pekan lalu. Ironisnya, kawasan
Teluk Benoa meupakan satu-satunya benteng yang secara alamiah berfungsi
melindungi wilayah Bali selatan dari berbagai bencana seperti banjir, tsunami,
dan lainnya. Teluk Benoa juga merupakan muara dari sejumlah sungai besar yang
terbentang di pulau Bali, seperti Tukad Badung dan Tukad Mati.
PT Tirta
Wahana Bali Internasional merupakan perusahaan yang satu grup dengan beberapa
perusahaan pengelola Discovery Kartika Plaza hotel dan Discovery Shopping Mall
di Kuta Bali serta Hotel Borobudur di Jakarta serta pemilik sejumlah gedung,
termasuk Gedung Bursa Efek Indonesia. Dalam dokumen kajian akademik tersebut,
terungkap bahwa PT. Tirta Wahana Bali Internasional akan membangun sebuah
kawasan wisata terpadu yang dilengkapi tempat ibadah untuk lima agama, taman
budaya, taman rekreasi sekelas Disney Land, rumah sakit internasional,
perguruan tinggi, perumahan marina yang masing-masing dilengkapi dermaga yacht
pribadi, perumahan pinggir pantai, apartemen, hotel, areal komersial, hall
multifungsi, dan lapangan golf. Luasan reklamasi diperkirakan mencapai total
sekitar 400 sampai 600 hektar.
Pulau baru
itu pun direncanakan dapat diakses langsung dari jalan toll di atas perairan
yang baru saja rampung. Belakangan diketahui, jalan di atas perairan yang
menghubungkan Pelabuhan Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua itu sudah dilengkapi
taper (semacam lintasan untuk penambahan jalan) yang posisinya tepat mengarah
ke Tanjung Benoa.
Dalam
kesimpulan hasil kajian tersebut, disebutkan bahwa pada prinsipnya rencana
pemanfaatan Teluk Benoa itu bisa diteruskan. Disebutkan bahwa dari aspek
teknis, reklamasi Teluk Benoa akan bisa mengurangi dampak bencana alam tsunami,
kerusakan fisik pantai (erosi dan abrasi), menambah sarana di wilayah pesisir
dan pulau pulau kecil (WP3K) serta mengurangi kemacetan di Bali Selatan.
Dari aspek
lingkungan, reklamasi dinyatakan akan bisa mengurangi kerusakan ekosistem
pesisir (mangrove dan padang lamun). “Reklamasi Teluk Benoa dapat dilakukan
tanpa merusak lingkungan. Bahkan sebaliknya, reklamasi dapat dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan dalam hal ini kualitas air
laut dan udara di Tanjung Benoa,” tertulis dalam kesimpulan kajian itu.
Dari aspek
sosial budaya, pengembangan kawasan reklamasi diklaim akan bisa melestarikan
nilai nilai budaya Bali dan pemberdayaan adat setempat.
Gubernur
Bali Made Mangku Pastika ketika dikonfirmasi pada Sabtu pekan lalu, mengakui
adanya rencana pembangunan pulau baru itu. Meski demikian, Pastika masih enggan
bersikap, meski sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak agar Pastika tegas
menolak rencana reklamasi tersebut.
“Dengar dulu
apa yang mau dibuat. Jangan serta merta menolak. Mari kita dengar dulu mereka,
mau bikin apa. Kalau ternyata bagus, menguntungkan Bali, tidak merusak Bali,
tetap menjaga adat istiadat budaya alam Bali, bisa memberi kesejahteraan kepada
kita, kenapa tidak? Tapi kalau jelas jelas akan merusak alam Bali, merusak
budaya, merugikan kita, ya harus ditolak,” kata Pastika.
“Lebih baik
kita jangan serta merta, kalau dengar apa, langsung tolak. Mari kita dengarkan
dulu. Orang nanti alergi mau datang ke Bali. Kita memerlukan lho, orang yang
mau investasi di Bali. Apakah itu orang Bali, apakah itu orang Indonesia, atau
pihak asing sepanjang tidak merusak alam Bali, tidak merusak adat istiadat budaya
kita dan tidak merusak nama Bali di dunia, dan tidak melanggar hukum,” Pastika
menambahkan.
Pastika
menyatakan pihaknya akan membuka ruang berdiskusi yang melibatkan akademisi,
tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat lainnya sebelum memutuskan
menolak atau mengizinkan reklamasi. “Kalau mereka ingin menyelamatkan Bali,
kenapa tidak? Sekarang ini ada global warming lho, air laut naik. Kalau
misalnya orang nanam mangrove bagus, jadi beltnya Bali, kenapa tidak boleh?
Janganlah kita terus apriori. Saya rasa sudah waktunya kita untuk berdiskusi,
berdialog. Jangan terus apa-apa, tolak. Itu gak baik,” kata dia.
Pastika
membantah pihaknya tidak peduli pada kondisi alam Bali.”Saya gubernur, tentu
tidak mau Bali dirusak. Saya yang tanggung jawab,” kata dia.
Pastika
justru menilai reklamasi dapat menjadi solusi untuk menekan konversi lahan
pertanian menjadi sarana pariwisata seperti terjadi selama ini. “Misalnya,
daripada pakai sawah, kenapa nggak kita tambah luas pulau kita. Singapura bikin
begitu kok. Hongkong bikin begitu. Singapura itu makin hari makin gede lho. Apa
rusak? enggak,” kata dia.
No comments:
Post a Comment