DENPASAR - Ribut-ribut soal reklamasi Teluk Benoa,
Kecamatan Kuta Selatan, Badung berdampak terhadap program pembangunan
Bandara Internasional Bali Utara di Buleleng. Gara-gara ribut reklamasi,
masalah lokasi Bandara Buleleng buat sementara di-cooling down Tim
Kajian Pemprov Bali. Sementara, Gubernur Pastika mengingatkan, jika
semua orang berkomentar segala hal, apa pun yang akan dibangun di Bali
pasti gagal.
Ketua Tim Kajian Pemprov Bali, Dewa Punia Asa, menyatakan pengkajian
ulang lokasi bandara antara di Desa Sumberkima (Kecamatan Gerokgak,
Buleleng Barat) dan Desa Kubutambahan (Kecamatan Kubutambahan, Buleleng
Timur) tidak diekspose sementara. Soalnya, isu reklamasi dikhawatirkan
bisa merembet ke wacana Bandara Buleleng. Dewa Punia menegaskan, rencana
pembangunan Bandara Buleleng nantinya juga diarahkan mengurug laut
(reklamasi) untuk membuat landasan pacu. Rencana reklamasi pembangunan
landasan pacu bandara bisa-bisa jadi ramai dan ditolak masyarakat.
“Kita cooling down dulu-lah masalah lokasi Bandara Buleleng. Sekarang
kan isu reklamasi sedang ramai. Nanti semua ikut berkomentar, bisa
berantakan rencana pembangunan Bandara Buleleng,” ujar Dewa Punia yang
juga Kadis Perhubungan-Informasi-Komunikasi Provinsi Bali di Denpasar,
Minggu (4/8). Kendati cooling down, menurut Dewa Punia, pihaknya tetap
melakukan tindak lanjut hasil pertemuan di Gedung Wiswa Sabha Utama
Kantor Gubernur Bali untuk kaji ulang lokasi Bandara Buleleng. Dua tim
penyusun Feasibility Study (FS) dari dua lembaga berbeda: PT Wiswakarma
Consulindo dan PT Pembangunan Bali Mandiri (PBM) tetap diberikan
kesempatan melakukan study kelayakan lokasi bandara.
“Apa hasilnya nanti, ya saya selaku Ketua Tim Kajian Pemprov Bali tetap
akan melaporkannya. Tapi, untuk saat ini, masih menunggu. Lebih baik
cooling down saja dulu,” ujar Punia Asa yang notabene mantan Kadis PU
Provinsi Bali. Menurut Dewa Punia, masalah lokasi Bandara Buleleng
kajiannya sekarang soal mencari titik aman pembebasan lahan. Paling aman
di Desa Sumberkima (Buleleng Barat), karena risikonya minimal, biaya
murah. Di Sumberkima ada tanah milik Pemprov Bali yang bisa digunakan
untuk parker bandara, sehingga pembeasan lahan sangat murat.
Sedangkan lahan untuk langasan pacu bandara bisa degan mengurug laut.
Dewa Punia mencontohkan Bandara Osaka di Jepang, yang dibangun di atas
lahan reklamasi dengan mengurug laut. “Pembebasan lahan Bandara Buleleng
bisa kok seperti Bandara Osaka Jepang: murah dan tidak njlimet. Hanya
saja, ini baru rencana. Nanti tetap diputuskan setelah ada kajian.
Sekarang cooling down saja dulu, apalagi sedang ramai isu reklamasi,”
ujar birokrat yang alumnus Erasmus University Amterdam, Belanda ini.
Secara terpisah, Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Ngurah Suryanta
Putra mengingatkan tidak boleh ada tawar menawar soal pembangunan
Bandara Buleleng. Menurut politisi PDIP asal Tabanan ini, program
pembangunan Bandara Buleleng harus terwujud.
“Bagi kami di DPRD Bali, Bandara Buleleng harus jadi. Rakyat Buleleng
sudah menunggu itu. Masyarakat Buleleng setuju kok dibangun bandara di
daerahnya,” tegas Suryanta Putra, Minggu kemarin. Hanya saja, Suryanta
Putra pilih no comment terkait isu reklamasi yang bisa berdampak ke
pembangunan Bandara Buleleng. “Kalau itu saya no comment. Yang pasti,
kalau apa-apa selalu dikait-kaitkan, mau bikin program di Bali pasti
tidak akan terwujud. Saya harap semua pihak menunggu kajian lokasi
bandara, supaya tidak lagi terjadi pro dan kontra,” tandas Suryanta
Putra.
Sedangkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebelumnya menegaskan, kalau
semua berkomentar padahal tidak tahu persoalannya, apa pun yang hendak
dibangun di Bali tidak akan terwujud. Rencana pembangunan Bandara
Buleleng juga tidak akan terwujud jika semua orang komentar. “Kalau
masalah Bandara Buleleng juga dijadikan pro dan kontra, saya yakin
proyek tersebut bisa batal,” ujar Gubernur Pastika saat dialog dengan
rakyat terkait pro-kontra reklamasi Teluk Benoa, Sabtu (3/8). Pastika
mengingatkan, kasusnya sama seperti wacana pembangunan Jalan Layang di
Simpangsiur Dewa Ruci Kuta, Badung. “Saat itu, semua berdebat dan ribut
setengah mati soal dampak dan perhitungan yang macam-macam.
Ada yang takut mesulub karena kepala dilangkahi jembatan. Akhirnya,
jalan laying batal, padahal dana dari pusat sudah ada,” kenang Pastika.
Setelah jalan layang batal, dibangun kemudian Jalan Bawah tanah
(Underpass) di Simpangsiur Dewa Ruci Kuta. Harga proyek Underpass
jatuhnya jauh lebih mahal. “Makanya, kalau apa pun yang direncanakan
pemerintah diributkan, ya lebih baik Gubernur diam saja, nggak berbuat
apa-apa. Kan lebih tenang itu. Jika kemacetan lalulintas terjadi, ya
nikmati saja,” sindir Pastika.
No comments:
Post a Comment