Sunday, March 15, 2015

Revitalisasi Teluk Benoa untuk Masa Depan



Sebagai destinasi wisata dunia, Bali tak hanya menjadi target kunjungan para turis mancanegara. Pulau yang hanya seluas 5.632,86 km2 juga menjadi incaran para investor, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Terbaru, sebuah perusahaan swasta berencana membangun beberapa pulau baru di sisi selatan Bali untuk dijadikan kawasan pariwisata terpadu.
Kajian akademis atas rencana pembangunan pulau baru itu rupanya sudah dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana atas permintaan PT. Tirta Wahana Bali Internasional, perusahaan yang bakal mengembangkan proyek itu.
Dalam dokumen setebal 73 halaman, berjudul Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa Bali, terungkap bahwa reklamasi rencananya dilakukan di kawasan Teluk Benoa, tepatnya di perairan yang tak jauh dari Tanjung Benoa. Reklamasi dimulai dari perluasan Pulau Pudut, sebuah pulau kecil yang hanya seluas beberapa are dekat Tanjung Benoa.
Titik rencana pembangunan itu tidak jauh dari lokasi penanaman mangrove oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Cristiano Ronaldo pekan lalu. Ironisnya, kawasan Teluk Benoa meupakan satu-satunya benteng yang secara alamiah berfungsi melindungi wilayah Bali selatan dari berbagai bencana seperti banjir, tsunami, dan lainnya. Teluk Benoa juga merupakan muara dari sejumlah sungai besar yang terbentang di pulau Bali, seperti Tukad Badung dan Tukad Mati.
PT Tirta Wahana Bali Internasional merupakan perusahaan yang satu grup dengan beberapa perusahaan pengelola Discovery Kartika Plaza hotel dan Discovery Shopping Mall di Kuta Bali serta Hotel Borobudur di Jakarta serta pemilik sejumlah gedung, termasuk Gedung Bursa Efek Indonesia. Dalam dokumen kajian akademik tersebut, terungkap bahwa PT. Tirta Wahana Bali Internasional akan membangun sebuah kawasan wisata terpadu yang dilengkapi tempat ibadah untuk lima agama, taman budaya, taman rekreasi sekelas Disney Land, rumah sakit internasional, perguruan tinggi, perumahan marina yang masing-masing dilengkapi dermaga yacht pribadi, perumahan pinggir pantai, apartemen, hotel, areal komersial, hall multifungsi, dan lapangan golf. Luasan reklamasi diperkirakan mencapai total sekitar 400 sampai 600 hektar.
Pulau baru itu pun direncanakan dapat diakses langsung dari jalan toll di atas perairan yang baru saja rampung. Belakangan diketahui, jalan di atas perairan yang menghubungkan Pelabuhan Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua itu sudah dilengkapi taper (semacam lintasan untuk penambahan jalan) yang posisinya tepat mengarah ke Tanjung Benoa.
Dalam kesimpulan hasil kajian tersebut, disebutkan bahwa pada prinsipnya rencana pemanfaatan Teluk Benoa itu bisa diteruskan. Disebutkan bahwa dari aspek teknis, reklamasi Teluk Benoa akan bisa mengurangi dampak bencana alam tsunami, kerusakan fisik pantai (erosi dan abrasi), menambah sarana di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil (WP3K) serta mengurangi kemacetan di Bali Selatan.
Dari aspek lingkungan, reklamasi dinyatakan akan bisa mengurangi kerusakan ekosistem pesisir (mangrove dan padang lamun). “Reklamasi Teluk Benoa dapat dilakukan tanpa merusak lingkungan. Bahkan sebaliknya, reklamasi dapat dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan dalam hal ini kualitas air laut dan udara di Tanjung Benoa,” tertulis dalam kesimpulan kajian itu.
Dari aspek sosial budaya, pengembangan kawasan reklamasi diklaim akan bisa melestarikan nilai nilai budaya Bali dan pemberdayaan adat setempat.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika ketika dikonfirmasi pada Sabtu pekan lalu, mengakui adanya rencana pembangunan pulau baru itu. Meski demikian, Pastika masih enggan bersikap, meski sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak agar Pastika tegas menolak rencana reklamasi tersebut.
“Dengar dulu apa yang mau dibuat. Jangan serta merta menolak. Mari kita dengar dulu mereka, mau bikin apa. Kalau ternyata bagus, menguntungkan Bali, tidak merusak Bali, tetap menjaga adat istiadat budaya alam Bali, bisa memberi kesejahteraan kepada kita, kenapa tidak? Tapi kalau jelas jelas akan merusak alam Bali, merusak budaya, merugikan kita, ya harus ditolak,” kata Pastika.
“Lebih baik kita jangan serta merta, kalau dengar apa, langsung tolak. Mari kita dengarkan dulu. Orang nanti alergi mau datang ke Bali. Kita memerlukan lho, orang yang mau investasi di Bali. Apakah itu orang Bali, apakah itu orang Indonesia, atau pihak asing sepanjang tidak merusak alam Bali, tidak merusak adat istiadat budaya kita dan tidak merusak nama Bali di dunia, dan tidak melanggar hukum,” Pastika menambahkan.
Pastika menyatakan pihaknya akan membuka ruang berdiskusi yang melibatkan akademisi, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat lainnya sebelum memutuskan menolak atau mengizinkan reklamasi. “Kalau mereka ingin menyelamatkan Bali, kenapa tidak? Sekarang ini ada global warming lho, air laut naik. Kalau misalnya orang nanam mangrove bagus, jadi beltnya Bali, kenapa tidak boleh? Janganlah kita terus apriori. Saya rasa sudah waktunya kita untuk berdiskusi, berdialog. Jangan terus apa-apa, tolak. Itu gak baik,” kata dia.
Pastika membantah pihaknya tidak peduli pada kondisi alam Bali.”Saya gubernur, tentu tidak mau Bali dirusak. Saya yang tanggung jawab,” kata dia.
Pastika justru menilai reklamasi dapat menjadi solusi untuk menekan konversi lahan pertanian menjadi sarana pariwisata seperti terjadi selama ini. “Misalnya, daripada pakai sawah, kenapa nggak kita tambah luas pulau kita. Singapura bikin begitu kok. Hongkong bikin begitu. Singapura itu makin hari makin gede lho. Apa rusak? enggak,” kata dia.

No comments:

Post a Comment